21 Oktober 2008

Kerebritis, What a hell is that?!


Sebelum membaca kumpulan cerita Kerebritis, ada
baiknya memahami terlebih dahulu apa itu selebritis, dan
mahluk apa pula yang disebut kerebritis.

Selebritis menurut Wikipedia:
Kata majemuk yang berasal dari Bahasa Inggris Celebrity
(Kata benda). Secara etimologi kata ini berasal dari bahasa
Perancis kuno : célébrité.
- a person who has a high degree of recognition
by the general population;
- fame
- the quality of being a famous person
- Seseorang yang memiliki derajat tinggi karena
dikenal oleh masyarakat luas,
- Terkenal
-Kualitas yang di dapat karena menjadi orang
terkenal.

Sedangkan Kerebritis menurut EYD (Ejaan Yang
Dimaklumi) adalah :
Kata majemuk yang berasal dari asal bahasa campuran,
Jawa dan Bahasa Inggris yang sudah di adopsi menjadi
bahasa Indonesia.
- Seseorang yang memiliki derajat rendah
karena melarat, atau miskin alias kere di
lingkungan masyarakat manapun.
- Tidak terkenal. Kalaupun terkenal karena
banyak hutang yang tak mampu dibayarnya.
-Kualitas hidup yang mau tak mau harus dipikul
akibat menjadi orang melarat, atau miskin
alias kere.

Definisi tambahan dari penulis:
Kerebritis adalah seorang kere yang berlagak dan merasa
menjadi selebritis. Mungkin karena memang ada
kemiripan antara keduanya.

Kaos para kere compang-camping, penuh lubang, sekilas
mirip T-Shirt & Apparel produk Volcom atau Billabong.
Celananya sobek di bagian dengkul, mbladus alias pudar
warnanya, bolong bagian dekat pantat, sekilas mirip
dengan merek Levi's Strauss atau jeans denim lain yang
sering dipakai artis.

Tapi jangan keliru, kalau lubang dan kain tambalan produk
Volcom memang konsep dari pabrik. Sementara lubang
dan compang-camping baju para kere bukan dari pabrik,
bukan pula beli di gerai CitySurf.
Semua itu di dapat dari petualangannya sebagai insan
kere. Lubangnya mungkin dari percikan bara api kretek
Retjo Pentung, sobeknya mungkin dari kecantol kawat
atau saat nggandol truk sampah. Warna pudar alias
mbladus karena memang cuma punya satu dan dipakai
terus-terusan. Tambalan dari kain seadanya dan hampir
pasti nggak matching dengan warna baju asalnya. Karena
pertimbangannya bukan mode, tapi biar tidak masuk
angin dan kelihatan panunya.

Jika ketemu para kere dan melihat rambutnya, jangan
menuduh rambut mereka sok dibentuk acak-acakan ke
atas. Itu karena memang jarang keramas dan ndak gablek
buat beli sisir. Mereka nyisir rambut cuma waktu ada
undangan bancakan kampung. Itupun nyisir rambutnya
pake garpu.

Apa para kere tidak pernah keramas atau creambath?
Oh tentu saja pernah. Tapi keramasnya ndak pernah pake
shampoo, melainkan pake sabun colek atau sabun batang
yang tadinya dipake mandi. Creambathnya gimana? Kalau
kutu di rambut sudah makin parah, mereka bahkan
creambath pake minyak tanah. Kata mereka, biar kapok
para tumo-tumo ngelamak itu.

Jangan tertipu kalau lihat mereka pake kacamata super
gede, memang gayanya begitu. Pinginnya sih dianggap
mirip David Naif atau bahkan Elton John. Padahal paling
banter mirip Mus Mulyadi atau bahkan mirip Cak
Markeso. Lihat baik-baik, gagang kacamatanya itu
sebenarnya sudah diikat kawat.

Soal alas kaki?
Lhaaa…ini salah satu weak point alias kelemahan para
kerebritis. Mereka jarang hapal merk sepatu mahal.
Karena itu mereka sering tertipu saat beli sepatu di Pasar
Kaget. Merk Egel dikira sama dengan merk Eagle, merk
Niko disangka sama dengan merk Nike. Poma dianggap
sama dengan Puma, Pila dianggap sama dengan Fila.
Blegernya sih serupa, tapi harganya beda jauh. Bagaikan
langit dan comberan di bumi.

Beruntung kerebritis itu belum terlalu banyak update
mode sepatu belang blonteng a la ABG Gaul yang
menggabungkan sepatu Converse warna merah di kaki
kiri, sementara sepatu Airwalk warna hitam di kaki kanan.
Coba kalau mereka sudah tahu, wah pasti makin besar
kepala dan makin pede pake sepatu sisian.
Tahukah anda, mereka pake sepatu atau sandal sisian
itu karena memang sering kali kehilangan alas kaki.
Sepatunya sering digondol tikus karena bau terasi
lantaran ndak pernah pake kaos kaki. Kalau disalahkan
ndak mau. Katanya, daripada dibelikan kaos kaki, mending
buat beli beras. Lha wong bisa punya sepatu itu saja
karena hasil pemberian seorang kenalan. Sepatu
pemberian itu saja sudah mengap. Jadi harus dijahit dulu.
Kalau bukan digondol tikus, alas kaki mereka pasti hanyut
oleh banjir. Kalau tidak begitu, pasti nyangsang di genteng
sehabis buat nyambit kucing yang nekad nyolong ikan
asin satu-satunya milik mereka.

Nah, jika sudah tahu ternyata penampakan para kere
mirip selebriris, mulai sekarang tolong jangan under estimate
sama mereka. Jangan cuma melototi gaya dan
ngikuti trend setting dari kaum selebritis saja.
Karena sebenarnya, mode dan gaya selebritis itu lah yang
imitatif alias nggak orisinil. Bersifat temporer dan bukan
penanda keaslian kondisi nasib hidup yang sejati.
Tatto para selebritis misalnya. Itu cuma penanda
kegenitan mereka pada trend fashion. Coba bandingkan
dengan tatto di lengan Cak Slamet Korak, pasti beda. Yang
selebritis, tattonya bikin di kios tatto yang kini marak di
plaza-plaza. Karena bayar, mereka pun punya kebebasan
buat milih model dan gambar tattonya.

Sementara Cak Slamet Korak ndak bisa milih. Dia
‘terpaksa nurut’ ditatto gambar sekehendak hati korak
yang lebih senior waktu di bui. Salah dia sendiri, sudah
kere kok pake nambah status jadi maling ayam.
Itu yang tatto mawar. Kalau tatto cicak, itu didapat pas
ketangkap basah nyolong jemuran.

Lama-lama Cak Slamet Korak merenung, kalau terus-terusan keluar
masuk bui, wah bisa penuh kulit badannya dengan
gambar tatto binatang yang sama sekali nggak serem.
Ada tatto kadal, tatto nyambik, tatto kodok, tatto lalat,
tatto kecoa, tatto tokek dll.

Padahal dia kan korak alias jagoan. Mosok korak kok
tattonya mawar? Bajingan kok tattonya kadal?
Calon korban atau orang yang lihat tattonya pasti ndak
takut kalau lihat tatto kadal atau tatto kodok. Bahkan
bisa jadi mereka malah ketawa.

Pernah suatu kali, ia request tatto macan atau naga.
Langsung kepalanya dikeplak sama para korak senior. Kata
mereka, tatto macan itu untuk bajingan yang sudah
berani bunuh orang. Kalau tatto naga, itu bahkan buat
bajingan yang berani bunuh bajingan.

Cak Slamet korak langsung mengkeret. Jangankan bunuh
orang, sama tikus got yang besarnya sama dengan
kucingnya saja, dia langsung mengkirik. Mungkin karena
itu dia milih insap. Bukan insaf, tapi insap.

Kalau insaf itu buat orang yang berhenti melakukan
kejahatan sekaligus sudah mau sembahyang. Kalau insap,
itu buat pensiunan maling seperti dia, tapi belum
sembahyang. Ini definisi asli dari dia sendiri, bukan definisi
MUI.

Cak Slamet Korak khawatir kalau dia insaf, sudah
sembahyang lalu tiba-tiba kambuh lagi watak malingnya.
Lantaran digoda nasib kerenya, habis sembahyang keluar
masjid terus nyangking selop orang lain kan ndak lucu?
Tapi menurut pengakuan dia, sistem tatto menatto di
bui itu kurang adil. Nyolong jemuran saja ditatto cicak,
nyolong sepeda ditatto kadal, lha orang yang nyolong
anggaran belanja negara alias korupsi di tatto apa? Apa
di tatto gorilla? Di tatto brontosaurus?

Harusnya di kulit para koruptor itu di tatto gambar wong
kere saja. Biar setiap ngaca, mereka selalu ingat kepada
siapa mereka berdosa. ***

1 comments:

gale mengatakan...

originil...uasli aneh..tapi keren..q suenennng yg kayak beginian,bukan begituan lho..

 

blogger templates | Make Money Online